Ada Apa Dengan Standard Baru SFM-IFCC

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Pada 31 Juli 2024 IFCC menggelar pertemuan di kota Bogor dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan, termasuk Lembaga Sertifikasi dan para ahli dalam bidang kehutanan. Ada empat Lembaga Sertifikasi SFM IFCC yang menghadiri pertemuan ini, diantaranya PT Intishar Sadira Eshan (PT ISE) yang diwakili oleh Meiliana Lakani selaku Direktur dan M. Zakir selaku General Manager. Hadir pula para ahli sebagai narasumber yaitu Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS, Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS, dan Dr. Harnios Arief, M.Sc, yang keseluruhannya adalah para dosen senior di IPB University.

Acara yang dihadiri sekitar 30 orang ini dibuka oleh Zulfandi Lubis, SH., Direktur Eksekutif IFCC, dalam sambutannya Zulfandi mengungkapkan pentingnya pertemuan ini dalam rangka membahas perkembangan isu-isu terkini dalam kaitannya dengan implementasi Standar Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) IFCC ST 1001:2021, serta perlunya upaya menyamakan pemahaman atas penerapan persyaratan-persyaratan standar tersebut. Standar ini disebut baru karena menggantikan standar versi sebelumnya tahun 2013.

Nurcahyo Adi mendapatkan giliran presentasi paling awal, di IFCC pria yang akrab dipanggil Ucok ini bertanggung jawab menggawangi bidang sertifikasi, akreditasi, dan pelatihan. Dalam penjelasannya Ucok menyatakan bahwa standar ST 1001:2021 menganut konsep siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)

.Konsep ini merupakan karya Edward Deming, lahir di Amerika 14 Oktober 1900, beliau lebih populer di Jepang sebagai ahli statistik dan manajemen, sehingga konsep ini disebut juga sebagai Deming Cycle yang mengutamakan peningkatan terus menerus. Konsep ini juga melandasi standar ISO 9001 yang saat ini berlaku yang menjadi model dalam pengembangan standar ST 1001:2021. Sebenarnya ISO Directive Part-1 pada Lampiran SL mengatur bahwa seluruh standar sistem manajemen yang diterbitkan oleh ISO harus dilandasi oleh PDCA ini. Pada Lampiran SL ini diatur struktur isi dan istilah umum yang digunakan oleh seluruh standar sistem manajemen, yang dikenal dengan sebutan High Level Structure (HLS).

Standar ST 1001:2021 berlaku untuk hutan di dalam kawasan hutan negara maupun di luar kawasan hutan. Berlaku pada tingkat unit pengelolaan – satu kesatuan unit perencanaan dan operasional. Untuk beberapa persyaratan hutan tanaman, terdapat interpretasi khusus, yaitu pada Lampiran 2. Terdapat interpretasi khusus untuk Community Forest di Lampiran 3. Demikian pula ada interpretasi khusus bagi Tree Outside Forest (TOF) di Lampiran 4. Produk hasil hutan yang dicakup meliputi kayu dan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan. Secara implisit, standar IFCC ini tidak hanya berlaku di hutan produksi.

Untuk memastikan tingkat keberhasilan manajemen kualitas berorientasi proses, maka sebuah organisasi butuh penerapan Siklus Deming – PDCA (Plan-Do-Check-Act) dengan cara:

  1. Memiliki standar operasional prosedur dan sistem operasi yang jelas sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bekerja.
  2. Karyawan yang berkompeten untuk menghindari adanya ketidaksesuaian antara output atau proses dengan persyaratan.
  3. Menyediakan dan memelihara infrastruktur (gedung, peralatan, software, dll) dengan baik sehingga dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
  4. Memiliki komitmen dan peran tanggung jawab manajemen puncak untuk memastikan penerapan sistem manajemen yang konsisten dan berkelanjutan.

Dalam ST 1001:2021 terdapat 30 definisi dimana versi 2013 hanya ada 13 definisi. Beberapa definisi yang tidak terdapat dalam ST versi 2013, antara lain Aforestasi, Hutan Masyarakat, Areal Hutan yang Penting Secara Ekologis (Ecologically Important Forest Areas), Jasa-jasa Eksositem, Hasil Hutan Bukan Kayu, Pohon di Luar Kawasan Hutan, Hutan, Areal Hutan, Areal Tersertifikasi. Secara lengkap seluruh definisi dapat ditemukan pada klausul 3 ST 1001:2021.

Bicara soal areal tersertifikasi, Ucok mengungkapkan suatu contoh kasus menarik yang perlu pembahasan lebih lanjut. Misalnya luas hutan tanaman berdasarkan izin KLHK: 50.000 Ha. Di dalamnya terdapat pemukiman 8.000 Ha, kebun sawit umur 15 tahun 16.000 Ha, luas hutan yang tidak eligible sesuai Std IFCC 4.000 Ha. Pertanyaannya, berapa luas certified area? Umumnya Unit Manajemen tidak berkenan bila yang disebut certified area hanya 22.000 Ha karena berbeda dengan luas izin. Salah satu jalan keluar yang diusulkan adalah pada sertifikat disebutkan rincian luas areal izin dan masing-masing luas areal penggunaan lahan tersebut.

Presentasi berikutnya bergiliran keempat Lembaga Sertifikasi yang mengungkapkan kendala yang dihadapi dalam audit dan masukan terhadap standar. IFCC sangat terbuka menerima masukan-masukan untuk perbaikan. Tidak ada standar yang abadi, karena faktanya dalam perjalanan sebuah standar selalu terjadi perubahan-perubahan situasi yang mempengaruhinya. Perubahan tersebut dapat dipicu oleh perubahan regulasi nasional, regulasi internasional, perubahan cara pandang, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbagai pemicu lainnya.

Terkait dengan aturan EUDR (The European Union on Deforestation-free Regulation) yang akan diberlakukan akhir tahun ini, akan dilakukan penyesuaian-penysuaian dengan langkah berikut:

  1. Perubahan atau penyesuaian Standar SFM PEFC dan CoC PEFC akan dibicarakan oleh Working Group pada tanggal 3 dan 4 September 2024, secara resmi akan diputuskan oleh Board PEFC pada pertengahan November 2024.
  2. Standar SFM dan CoC IFCC akan menyesuaikan dengan keputusan Board PEFC dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan regulasi/legislasi nasional Indonesia.
  3. Studi oleh ahli Indonesia yang didukung oleh IFCC Stakeholders, tentang alasan perubahan Cutoff date. Hasilnya akan dikirimkan kepada PEFC International.

PT Intishar Sadira Eshan (PT ISE) dalam paparannya yang dibawakan oleh M. Zakir mangajukan beberapa usulan dan juga pertanyaan untuk mendapatkan klarifikasi. Presentasinya menyoroti dua standar yaitu IFCC ST 1001:2021 – Persyaratan Pengelolaan Hutan Lestari, dan IFCC ST 1002:2021 Persyaratan Lembaga Penyelenggara Audit dan Sertifikasi Standar PHL.

Bila ada areal di luar kawasan hutan yang dikelola oleh organisasi dengan luas sekitar 400 Ha, satu jenis pohon tertentu, status lahan HGU, tanpa melibatkan masyarakat, apakah dapat dikategorikan kedalam ruang lingkup TOF? Dan apakah harus disertifikasi dengan VLHH Hulu atau cukup dengan deklarasi mandiri? Berbagai tanggapan peserta atas pertanyaan ini, yang ujungnya mengkerucut pada areal tsb dapat dikategorikan pada TOF dan cukup dengan deklarasi mandiri. Semoga ini jawaban final.

Hal lain yang disampaikan oleh Zakir diantaranya adalah:

  1. PEFC / IFCC perlu mempertimbangkan wilayah yang dapat dikonversi mengikuti kebijaksaaan EUDR dengan Cutoff date s/d 31 Desember 2020 sesuai ketentuan EUDR.
  2. Perlu dipertegas  apa yang dimaksud dengan “setara auditor” sebagai persyaratan application reviewer.
  3. Apakah personil Pengambil Keputusan harus dua orang untuk semua tipe ruang lingkup dan luas areal? Atau jumlah personil pengambil keputusan bisa dikurangi sesuai dengan risikonya?
  4. Pada aturan KAN K-07.13 klausul 5.2 disebutkan bahwa auditor harus berpendidikan S1 atau D-IV. Perlu dipertimbangkan untuk memungkinkan pendidikan D-3 dengan lama pengalaman tertentu dapat diakui sebagai prasyarat sebagai auditor.

Pertemuan ditutup sore hari menjelang maghrib ini dengan pernyataan bahwa masukan pada pertemuan ini akan dibahas kembali pada sidang berikutnya dalam rangka kaji ulang standar. Bravo skema IFCC PEFC. Semoga semakin berjaya dalam turut serta mendorong terjaganya keberlangsungan kelestarian hutan di tanah air tercinta.

Berita Terbaru

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp